Potensi Bulu Kambing Dalam Pengembangan sebagai Produk Industri
Potensi Bulu Kambing Dalam Pengembangan sebagai Produk Industri | Referensi terbaru di 2017 via web Ternak Kambing. Rekomendasi konten lengkap terbaik. - Ternak Kambing. Artikel ini di beri judul Potensi Bulu Kambing Dalam Pengembangan sebagai Produk Industri. Konten ini untuk anda pembaca setia https://ternakkambing3.blogspot.com/. Bagikan juga postingan Potensi Bulu Kambing Dalam Pengembangan sebagai Produk Industri terbaru ini ke media kalian. Supaya blog seputar Ternak Kambing dan website terkait serta kamu mendapat manfaat dari info ulasan Ternak Kambing di 2017 ini. Langsung saja baca dan simak mengenai Potensi Bulu Kambing Dalam Pengembangan sebagai Produk Industri di bawah ini dari situs web Ternak Kambing.
Bulu merupakan rambut pendek dan lembut pada tubuh binatang yng memiliki fungsi di antaranya bagi atau bisa juga dikatakan untuk menyimpan panas badan dan menjaga kulit dari sinar matahari. Bulu kambing adalah satu dari sekian banyaknya hasil samping pemotongan kambing. Bulu kambing sesudah pemotongan masih tidak sedikit yng di Buang begitu saja tanpa dimanfaatkan lebih lanjut. Andai tak dimanfaatkan, bulu kambing ini bisa menjadi limbah yng barangkali mampu memicu pencemaran lingkungan lantaran proses penguraian bulu kambing di dalam tanah lama.
Pemanfaatan Bulu Kambing
Bulu kambing sebetulnya bisa dimanfaatkan lebih lanjut sebagai bahan baku produk industri. Tatkala ini, bulu kambing dipakai oleh sebagian kecil warga atau juga bisa dikatakan masyarakat misalnya dibuat karpet ataupun sajadah, sebagai benang pancing, dan umumnya bersama kulit dibuat frame kaligrafi dan samak bulu. Kebanykan karpet ataupun permadani dibuat di negara Timur Sedang. Bulu kambing pula bisa dipintal dan dijadikan bahan baku tekstil semisal wool. Pendapat dari Ernawati et al. (2008), serat bulu kambing umumnya dicampur yang dengannya wool bagi atau bisa juga dikatakan untuk memperoleh efek khusus, misalnya bagi atau bisa juga dikatakan untuk menambah keindahan, kadang pula dipakai bagi atau bisa juga dikatakan untuk keperluan khusus, semisal bagi atau bisa juga dikatakan untuk sikat. Serat bulu kambing yng biasa dipakai berasal dari serat mohair. Kegunan serat mohair diantaranya yakni bagi atau bisa juga dikatakan untuk kain berbulu (selimut), bagi atau bisa juga dikatakan untuk pakaian musim panas, bagi atau bisa juga dikatakan untuk kain rajut dan bagi atau bisa juga dikatakan untuk kain penutup kursi dan permadani.
Bagi warga atau juga bisa dikatakan masyarakat suku Badui Arab, Persia, dan Anatolia, permadani menjadi benda yng Amat penting dalam ke hidup-an orang-orang, semisal bagi atau bisa juga dikatakan untuk membuat tenda bagi atau bisa juga dikatakan untuk menjaga diri dari badai pasir dan alas lantai yng nyaman bagi keluarga. Selain itu, permadani pun dipakai bagi atau bisa juga dikatakan untuk menjadi hiasan dinding ataupun pembatas ruangan. Malah pula, dipakai sebagai selimut, tas, dan pelana kuda. Permadani dasarnya memang dipakai di dunia Islam sebagai alas lantai masjid dan rumah-rumah. Tidak jarang, permadani pun dipakai sebagai hiasan dinding di istana-istana raja pada zaman keemasan Islam.
Para seniman permadani Muslim pada zaman kejayaan Islam umumnya mempergunakan bulu domba (wool), kambing, ataupun bulu unta sebagai bahan pembuatan permadani (Bunyi Media, 2009). Karpet yng terbuat dari serat alami ataupun hasil buatan tangan memanglah memberikan nilai lebih. Menguatkan aksen lebih mewah, akan tetapi tetap natural. Sementara itu, bahan karpet yng menjadi incaran kaum papan atas yaitu karpet berbahan sutra dan wool dari bulu domba, kambing, dan unta. Harga masing-masing karpet berbeda, bergantung jenisnya. Karpet yang dengannya bahan wool dari bulu domba, kambing, dan unta ataupun sutra pintalan jauh lebih tidak murah dibandingkan yang dengannya hasil buatan pabrik. Karpet handmade lebih unik dan berbeda. Di Jakarta, misalnya, karpet buatan tangan dibanderol seharga Rp 2 juta sampai-sampai ratusan juta rupiah (Sari, 2009).
Potensi Produksi Perbulan di Jawa Sedang
Hampir 60% populasi kambing yng berkembang di Indonesia terdapat di Pulau Jawa. Didasari Ditjen Bina Produksi Peternakan tahun 2000, dari 15.209.720 ekor kambing di seluruh Indonesia, sekitar 8.783.890 ekor kambing berada di Pulau Jawa. Populasi kambing di Indonesia rata-rata meningkat 2,2-4,3% pertahunnya (Mulyono dan Sarwono, 2009). Didasari Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan tahun 2004, populasi kambing di Jawa Sedang 2.985.845 ekor, Jawa Barat 1.304.433 ekor, D.I Yogyakarta 243.417 ekor, Jawa Timur 2.357.900 ekor, dan di Bali 62.014 ekor. Dalam 10 tahun ke depan diperkirakan populasi ternak ini akan meningkat menjadi 30-35 juta ekor. Sebagian besar bisnis peternakan kambing ditujukan bagi atau bisa juga dikatakan untuk memenuhi permintaan produksi daging. Pada tahun 2002, produksi daging kambing sekitar 50.991 ton ataupun setara yang dengannya pemotongan sebanyk 3.642.214 ekor ataupun sekitar 27,92 % dari populasi. Produksi daging kambing pada tahun 2000-2004 cenderung terus meningkat, namun populasinya mengalami penurunan sebesar 2,28 % pada tahun 1998 s/d 2002 (dari 13.342.074 ekor menjadi 13.044.938 ekor) (Anonim, 2010).
Satu dari sekian banyaknya jenis kambing yng ada di Jawa Sedang yakni kambing peranakan Etawa sejumlah sekitar 300.000 ekor (pada bulan Juli 2010) yng dibudidayakan di Kaligesing, Purworejo (Biro Humas Provinsi Jawa Sedang, 2010)
Tanda kambing PE antara lain berukuran besar, dan bobot dewasa rata-rata 40-45 kg (Mulyono dan Sarwono, 2009). Bulu tumbuh panjang di bagian leher, pundak, punggung dan paha, bulu paha panjang dan tebal. Warna bulu ada yng tunggal, putih, hitam dan coklat, namun jarang didapati. Kebanykan terdiri dari dua ataupun tiga pola warna, yakni belang hitam, belang coklat, dan putih bertotol hitam. Jenis kambing di Indonesia yng lain yng bisa dimanfaatkan bulunya yakni kambing gembrong yng terdapat di Pulau Bali. Tanda khas dari kambing ini merupakan berbulu panjang. Panjang bulu sekitar berkisar 15-25 cm, malah rambut pada bagian kepala hingga menutupi muka dan indera pendengaran. Rambut panjang terdapat pada kambing jantan, sedangkan kambing Gembrong betina berbulu pendek berkisar 2-3 cm (Pamungkas et al., 2009). Bobot badan kambing dewasa sekitar 32-45 kg (Mulyono dan Sarwono, 2009).
Didasari keterangan diatas bisa diasumsikan andai berat bulu yng diperoleh setiap pemotongan satu ekor kambing 3% dari bobot badan, bobot badan kambing PE rata-rata 42,5 kg, peningkatan populasi pertahun 3,25%, tiap pemotongan sekitar 27,92%, maka selama satu tahun pemotongan bisa diperoleh bulu kambing dari kambing Peranakan Etawa di Jawa Sedang sebesar tidak lebih lebih 3% x 42,5 kg x (27,92% x 309.750) = 110.265 kg. Jadi dalam 1 bulan kira-kira bisa diperoleh 9.189 kg. Andai bulu kambing ini bisa dimanfaatkan barangkali mampu diperoleh sekitar 3 buah karpet yng berukuran tengah.
Hambatan dalam Pengembangan sebagai Produk Industri
Hambatan dalam pengembangan produk bulu kambing misalnya dalam pembuatan karpet di antaranya yakni keterbatasan modal, SDM belum terampil mengolah bulu kambing menjadi produk karpet, alat pemintal benang masih tidak banyak dan simpel, ketersediaan bahan baku yng relatif tidak banyak menjadikan ketersediaan benangnya dibatasi, dan waktu pembuatannya yng lama. Hal yang telah di sebutkan memicu harganya menjadi Amat tidak murah. Selain itu, masih tidak banyak ataupun belum ada pengusaha yng bergerak pada bagian ini. Padahal terdapat tidak sedikit RPH di Jawa Sedang menjadikan butuh pemasok di tiap kabupaten dan minimal ada 1 perusahaan yng menangani.
Proses Pengolahan Bulu Kambing
Tips pengolahan bulu kambing pada prinsipnya hampir percis yang dengannya pengolahan bulu domba. Tahap-tahap pengolahan bulu kambing pendapat dari Saleh (2004) meliputi:
1. Pencukuran bulu. Bulu kambing dicukur yang dengannya gunting, lantas hasil guntingan bulu dikumpulkan.
2. Penyortiran yakni memisahkan bulu dari kotoran (feses), rumput, ranting, tanah dan lain-lain.
3. Pencucian. Pencucian bulu di lakukan tiga tahap, yakni :
a. Perendaman. Bulu direndam dalam air selama 12 jam (satu malam), lantas dibilas.
b. Pencucian yang dengannya deterjen di lakukan yang dengannya tatacara melarutkan 100 gram deterjen ke dalam 10 liter air lantas merendam bulu selama 15 menit. Sesudah itu diangkat dan dibilas yang dengannya air bersih.
c. Pencucian yang dengannya desinfektan, yakni yang dengannya melarutkan desinfektan (lisol ataupun densol) sebanyk 100 cc ke dalam 10 liter air. Lantas mencelupkan bulu yng telah dicuci yang dengannya deterjen ke dalam larutan desinfektan. Sesudah itu diangkat, diperas dan langsung dijemur.
4. Penjemuran. Bulu dihamparkan (tipis saja) di atas meja penjemuran dan dijemur selama 1-2 hari pada waktu yng cerah.
5. Pemisahan, di lakukan yang dengannya tatacara menyobek-nyobek bulu yng masih menggumpal yang dengannya kedua tangan hingga bulu menjadi terurai. Andaikan gumpalan bulu yang telah di sebutkan susah diuraikan, maka digunting dan dibuang saja.
6. Penyisiran, bulu diletakkan di atas sisir lantas sisir diputar-putar hingga bulu yang telah di sebutkan terbentuk lembaran-lembaran tipis.
7. Pemintalan. Bulu yng telah disisir dimasukkan tidak banyak demi tidak banyak ke dalam lubang benang alat pintal. Lantas memutar roda yang dengannya kaki terus menerus hingga terbentuk helai-helai benang. Setiap dua helai benang dipintal/digabung menjadi benang.
8. Pemutihan. Benang hasil pintalan butuh diputihkan, tatacaranya yang dengannya merebus air 2 liter hingga mendidih lantas masukkan 2 sendok (± 10 ml) H2O2 dan 2 sendok deterjen. Lantas didihkan lagi dan memasukkan benang yng akan diputihkan, diaduk-aduk hingga berbusa (± 5 menit). Sesudah itu diangkat dan dibilas yang dengannya air hingga bersih, lantas dijemur.
9. Pewarnaan. Pewarnaan benang mempergunakan pewarna tekstil, sesuai yang dengannya warna yng dimau-kan. Tatacaranya yang dengannya mencampurkan 10 liter air + 0,3 liter biang cuka + pewarna. Merebus benang dalam campuran pewarna yang telah di sebutkan selama 1 jam, lantas diangkat dan ditiriskan. Lantas benang dicuci sekali lagi dan yang terakhir dikeringkan.
10. Pembuatan design. Design disesuaikan yang dengannya barang kerajinan yng akan dibuat (misalnya: karpet, tas, hiasan dinding). Menggambar ukuran dan motif yng dimau-kan, lantas menentukan warna-warna pada motif yng dimau-kan.
11. Penenunan.
Simpulan
Didasari penjelasan diatas bisa disimpulkan bahwasanya bulu kambing sebetulnya Amat potensial bagi atau bisa juga dikatakan untuk dijadikan produk industri, misalnya karpet. Oleh lantaran itu butuh pengembangan produk industri dari bulu kambing secara optimal agar bisa memperoleh keuntungan lebih, menjadikan bisa menaikan taraf hidup warga atau juga bisa dikatakan masyarakat. Selain itu, butuh mengolah produk dari bulu kambing ini yang dengannya sebaik-baiknya agar bisa diperoleh produk yng mempunyai kualitas dan tak kalah yang dengannya produk impor. Akan tetapi, tidak sedikit hambatan dalam mengembangkan bulu kambing ini sebagai produk industri, semisal keterbatasan modal, SDM belum terampil, keterbatasan alat dan masih simpel, ketersediaan bahan baku yng relatif tidak banyak menjadikan ketersediaan benangnya dibatasi, waktu pembuatannya yng lama, dan tidak banyak ataupun belum ada pengusaha yng bergerak pada bagian ini.
Daftar Pustaka
Anonim. 2010. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kambing-Kambing. (http://www.litbang.deptan.go.id/special/komoditas/files/0107L_KADO.pdf). Diakses tanggal 17 April 2011.
Biro Humas Provinsi Jawa Sedang. 2010. Wamentan Luncurkan Kambing Kaligesing. (http://promojateng-pemprovjateng.com/). Diakses tanggal 17 April 2011.
Ernawati, Izwerni, dan W. Nelmira. 2008. Tata Busana bagi atau bisa juga dikatakan untuk SMK Jilid 2. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. (http://ictsleman.ath.cx/pustaka/bse/04_SMK-MAK/kelas11_smk_tata_busana_ernawati.pdf). Diakses tanggal 17 April 2011.
Mulyono, S. dan B. Sarwono. 2009. Penggemukan Kambing Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Pamungkas, F. A., A. Batubara, M. Doloksaribu, dan E. Sihite. 2008. Petunjuk Teknis Potensi Beberapa Plasma Nutfah Kambing Lokal Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Departemen Pertanian Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih, Sumatera Utara. (http://lolitkambing.litbang.deptan.go.id/juknisplasmanutfah.pdf). Diakses tanggal 17 April 2011.
Saleh, E. 2004. Teknologi Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Program Studi Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara. (http://digilib.usu.ac.id). Diakses tanggal 17 April 2011.
Sari. I. 2009. Permadani Tidak Sekadar Alas Kaki. (http://www.tempointeraktif.com). Diakses tanggal 17 April 2011.
Bunyi Media. 2009. Permadani, Buah Karya Peninggalan Kesenian Islam. (http://www.suaramedia.com/sejarah/sejarah-islam/7476-permadani-buah-karya-peninggalan-kesenian-islam.html). Diakses tanggal 17 April 2011.
sumber : alifahmj.blogspot.com
Sumber rujukan dan gambar : http://www.suksesternakkambing.com/2013/09/potensi-bulu-kambing-dan-hambatannya.html.
Seputar Potensi Bulu Kambing Dalam Pengembangan sebagai Produk Industri
Terima kasih telah membaca Potensi Bulu Kambing Dalam Pengembangan sebagai Produk Industri. Semoga pos dari situs web Ternak Kambing berguna dan memberi manfaat. Baik untuk anda dan buat website Ternak Kambing. Silakan berbagi ulasan Potensi Bulu Kambing Dalam Pengembangan sebagai Produk Industri tadi ke situs web media anda. Bagikan artikel dari Ternak Kambing melalui media sosial yang ada di bawah. Dan kunjungi Daftar Isi Blog Ternak Kambing untuk mendapat info lengkap terbaru 2017. Lalu baca pembahasan selain dari : Potensi Bulu Kambing Dalam Pengembangan sebagai Produk Industri yang lebih terupdate lengkap dan free. Atau simak artikel gratis terkait dari situs web Ternak Kambing di bawah. Demikan dan sekian tentang Potensi Bulu Kambing Dalam Pengembangan sebagai Produk Industri. Dan Assalamualaikum pembaca Ternak Kambing.
Advertisement